Jayapura – Pasca pembakaran Mahkota Cendrawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Papua melalui video viral di Medsos pada 20 Oktober 2025 lalu, menuai kecaman luas dari berbagai kalangan di pelosok Tanah Papua.
Tindakan tersebut langsung memicu gelombang protes dari berbagai kalangan, diantaranya salah satu datang dari anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Adat Utusan Kabupaten Kepulauan Yapen, Cyrilus C Moman, ST.
“Sebagai Orang Asli Papua tentunya saya sangat menyesali tindakan tersebut karena telah melanggar nilai-nilai Adat sebab Mahkota Burung Cendrawasih itu merupakan identitas budaya dan kultural serta simbol kehormatan kami Orang Asli Papua, “kesalnya.
Anggota Majelis Rakyat Papua, Pokja Adat utusan Kabupaten Kepulauan Yapen Cyrilus C Moman, ST dengan tegas mengutuk keras tindakan pembakaran sejumlah Mahkota Cendrawasih oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua.
Menurutnya, BBKSDA sebelum mengambil keputusan untuk membakar sejumlah ornamen Adat Orang Asli Papua, seharusnya terlebih dulu dapat berkoordinasi langsung dengan lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) atau Dewan Adat Papua (DAP).
Agar mendapatkan pikiran yang konklusif dalam mengambil keputusan, yang hari ini di kritik publik secara khusus dari masyarakat Orang Asli Papua.
“Pihak-pihak yang ikut dalam pembakaran ornamen Adat bersama BBKSDA melalui Video tersebut perlu melakukan permohonan maaf kepada masyarakat Papua atas kejadian yang terjadi, “tegas Cyrilus.
Selain itu, “Saya pikir kejadian ini menjadi catatan buat semua lembaga dan institusi yang ada diatas tanah Papua bahkan semua masyarakat Orang Asli Papua, kita berharap agar kedepan tindakan tersebut tidak terulang lagi, “tandasnya.
Lebih jauh, Ia berharap kepada masyarakat yang ada di kampung-kampung yang biasa melakukan perburuan liar terhadap burung cendrawasih untuk dijadikan mahkota kepala agar stop.
“Bila ada yang masih melakukan perburuan cendrawasih, saya mohon segera melaporkan ke Dewan Adat guna mendapat sanksi hukum adat, “sahutnya.
Ia menambahkan, bila kita mencintai budaya kita diatas tanah Papua, maka biarkanlah burung cendrawasih itu hidup dan menghiasi rimba cagar alam, tanah Papua.
“Agar 30 tahun yang akan datang anak cucu kita, bila jalan di hutan nanti dapat mendengar dan menikmati merdunya kicau suara burung cendrawasih bernyanyi menjadi wujud simbol harapan hidup, jati diri orang asli Papua, “pungkasnya.
Penulis : Gin
Editor : Tim Redaksi